Penyu Bertelur Di Pantai Paloh Menurun

oleh
oleh

Jumlah penyu yang mendarat dan bertelur di Pantai Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, diperkirakan terus mengalami penurunan karena pengaruh perubahan ekosistem sekitar. <p style="text-align: justify;">"Perubahan ekosistem yang disebabkan oleh alam maupun manusia, sehingga memengaruhi penyu untuk bertelur," kata Koordinator Penyu Paloh WWF – Indonesia, Dwi Suprapti di Paloh, Sambas, Jumat (04/03/2011). <br /><br />Pantai Paloh yang berada di Kecamatan Paloh, berbatasan dengan Sarawak, Malaysia. Panjang Pantai Paloh mencapai 63 kilometer. <br /><br />WWF – Indonesia baru mulai melakukan pengamatan secara intensif sejak pertengahan tahun 2009. <br /><br />Lokasi yang paling sering didarati penyu untuk bertelur adalah area sepanjang 19,3 kilometer dari Sungai Belacan ke Mutusan. Ada dua endemik penyu yang paling sering mendarat di Pantai Paloh untuk bertelur yakni penyu hijau (Chelonia mydas)dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). <br /><br />Berdasarkan data WWF – Indonesia, puncak masa bertelur penyu antara Juni hingga Oktober. <br /><br />Di tahun 2009, jumlah sarang telur penyu hijau di pantai sepanjang 19,3 kilometer itu saat puncak musim adalah 2.102 buah, penyu sisik 41 buah. <br /><br />Sedangkan di tahun 2010, pada periode yang sama, ada 1.501 sarang telur penyu hijau, penyu sisik delapan sarang. Sementara sepanjang tahun 2010, total sarang penyu hijau adalah 1.994 buah, penyu sisik 46 buah. <br /><br />Jumlah penyu hijau yang mendarat di pantai tersebut, di tahun 2010 sebanyak 4.123 individu, penyu sisik 72 individu. Tidak semua penyu yang mendarat di pantai, bertelur. <br /><br />Menurut Dwi Suprapti, penyu akan bertelur di kawasan yang kondisinya kondusif, yakni bebas dari aktivitas, tidak adanya cahaya buatan dan sampah yang mengganggu perjalanan mereka di pantai. <br /><br />Kondisi pantai yang dituju penyu untuk bertelur landai, tanpa karang. <br /><br />"Penyu hijau selalu mencari tempat teraman untuk bertelur," kata dia. Penyu, lanjut dia, merupakan bagian dari ekosistem laut yang sangat penting. <br /><br />"Penyu menunjukkan kesuburan laut di suatu kawasan perairan," katanya. <br /><br />Lokasi sumber makanan penyu hijau adalah padang lamun dan algae. Padang lamun merupakan rumput laut yang mempunyai akar pengikat pasir yang dapat mencegah abrasi. <br /><br />Lamun merupakan tanaman biji-bijian. Biji yang dimakan penyu akan dikeluarkan kembali menjadi bibit yang disebar ke berbagai perairan. <br /><br />Sedangkan penyu hijau memakan karang-karang tua yang dapat memicu tumbuhnya karang-karang baru. "Sisa makanan karang berupa pasir yang dikeluarkan kembali oleh penyu sisik," kata Dwi, dokter hewan alumni Universitas Udayana, Bali itu. <br /><br />Lokasi makanan itu akan terganggu, misalnya, akibat tingkat keruh air yang tinggi disebabkan aktivitas manusia, sehingga penetrasi cahaya matahari tidak menjangkau lamun. <br /><br />Lamun, sebagai rumput laut, membutuhkan sinar matahari untuk tumbuh. "Tumpahan minyak juga mengganggu kualitas `feeding area` penyu," ucap Dwi, yang asli Singkawang, Kalbar itu. <br /><br />Selain itu, peningkatan suhu air laut memicu terjadinya pemutihan karang, sehingga tidak dapat hidup dan tumbuh. Padahal, karang dapat berfungsi sebagai sumber makanan biota laut dan pemecah ombak di pantai. <br /><br />"Kalau dalam satu ekosistem ada yang hilang, maka akan terganggu ekosistem tersebut," papar Dwi. <br /><br />Kecamatan Paloh berada di sebelah utara Pontianak dengan jarak sekitar 300 kilometer. Pantai Paloh berhadapan dengan Laut Natuna dan perairan Kepulauan Riau. <br /><br />Penyu siap untuk bereproduksi setelah usia 29 – 30 tahun. Masa bertelur juga berdasarkan siklus tertentu, yakni dalam kurun waktu 3 – 5 tahun. Selama periode tersebut, telur bisa bertelur lima sampai delapan kali. Kemudian, penyu akan kembali bertelur tiga sampai lima tahun lagi. <br /><br />Satu kali penyu bertelur rata-rata sebanyak seratus butir. <strong>(phs/Ant)</strong></p>