Pendahuluan
Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, kebutuhan masyarakat terhadap perangkat teknologi seperti laptop, kamera, tablet, dan proyektor semakin tinggi. Sayangnya, tidak semua orang memiliki kemampuan finansial untuk membeli perangkat tersebut, terutama dalam jangka pendek. Di sisi lain, banyak perangkat yang menganggur karena jarang dipakai oleh pemiliknya.
Fenomena ini membuka peluang untuk menciptakan sebuah sistem yang memungkinkan peminjaman barang teknologi secara mudah, aman, dan sesuai prinsip syariah. Dalam konteks ini, konsep fikih ‘Ariyah’ berperan penting sebagai dasar hukum Islam dalam aktivitas pinjam-meminjam tanpa imbalan.
Konsep Ariyah Dalam Islam
Secara bahasa, ‘Ariyah’ berasal dari kata ‘al-‘ārah’ yang berarti memberikan sesuatu untuk dimanfaatkan, tanpa mengganti zat aslinya. Dalam istilah fikih, ariyah adalah akad pinjam-meminjam barang secara cuma-cuma, dengan syarat barang tersebut akan dikembalikan seperti semula.
Contohnya, seseorang meminjam laptop teman untuk menyusun tugas kuliah. Setelah selesai, laptop dikembalikan dalam keadaan baik, tanpa ada biaya sewa. Ini adalah bentuk ariyah yang sederhana namun sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Relevansi Ariyah dengan Aplikasi Digital
Dalam dunia digital saat ini, interaksi sosial seperti pinjam-meminjam tidak lagi harus dilakukan secara manual. Muncul berbagai aplikasi yang memfasilitasi peminjaman barang antara individu, seperti kamera untuk proyek akhir, drone untuk dokumentasi acara, atau laptop untuk keperluan darurat.
Namun, mayoritas aplikasi yang ada saat ini bersifat komersial (berbayar). Di sinilah konsep ariyah bisa menjadi fondasi untuk membangun alternatif sistem peminjaman yang tidak melibatkan transaksi uang, melainkan mengedepankan nilai sosial, kepercayaan, dan gotong-royong berbasis syariah.
Peran Ariyah dalam Pengembangan Aplikasi Syariah
Dalam pengembangan aplikasi peminjaman barang teknologi berbasis syariah, ariyah bisa menjadi acuan utama untuk menetapkan alur akad antara pemilik dan peminjam. Berikut beberapa aspek perannya:
Akad yang Jelas dan Halal
Dalam aplikasi berbasis syariah, akad ariyah dapat dituliskan secara digital: pemilik menyatakan kerelaan meminjamkan barangnya, dan peminjam menyatakan kesediaan menjaga serta mengembalikan barang dalam kondisi baik.
Tanpa Unsur Riba atau Keuntungan Finansial
Tidak ada biaya sewa, sehingga aplikasi tidak menjadi perantara bisnis penyewaan, tetapi sebagai wadah kolaboratif yang mengedepankan prinsip ukhuwah.
Etika Digital dan Amanah
Konsep amanah sangat ditekankan dalam ariyah. Aplikasi dapat dilengkapi dengan sistem penilaian reputasi pengguna untuk mendorong perilaku bertanggung jawab.
Insentif Sosial, Bukan Finansial
Pengguna yang sering meminjamkan barang tanpa imbalan bisa mendapatkan poin atau badge sebagai bentuk apresiasi social bukan materi.
Dokumentasi Syariah Digital
Setiap transaksi tercatat secara digital dan dapat diakses kembali sebagai bentuk pertanggungjawaban dan perlindungan hukum jika terjadi kerusakan.
Tantangan dan Solusi
Penggunaan prinsip ariyah dalam platform digital tentu memiliki tantangan tersendiri, seperti:
Ketidakpastian risiko kerusakan barang
Solusi: Tambahkan fitur persetujuan tanggung jawab dan laporan kerusakan, serta sistem mediasi internal.
Kurangnya pemahaman pengguna terhadap akad syariah
Solusi: Sediakan edukasi ringan dalam aplikasi tentang hukum ariyah dan hak/kewajiban pengguna.
Minimnya motivasi tanpa keuntungan finansial
Solusi: Berikan penghargaan non-finansial seperti sistem poin, komunitas eksklusif, atau badge prestasi.
Kesimpulan
Konsep ariyah dalam fikih Islam terbukti relevan dalam pengembangan aplikasi peminjaman barang teknologi berbasis syariah. Dengan prinsip utama berupa peminjaman tanpa imbalan dan berlandaskan kepercayaan serta tanggung jawab, ariyah menjadi dasar hukum yang kuat untuk menciptakan sistem peminjaman yang etis, adil, dan sesuai syariah.
Pengintegrasian ariyah dalam aplikasi digital memungkinkan masyarakat untuk saling membantu dalam mengakses teknologi tanpa harus terlibat dalam transaksi komersial. Hal ini tidak hanya menjembatani kesenjangan akses, tetapi juga mendorong tumbuhnya budaya gotong royong dan amanah di era digital. Untuk itu, kolaborasi antara pengembang teknologi dan pakar syariah sangat dibutuhkan agar aplikasi yang dibangun tidak hanya fungsional, tapi juga halal dan berkah.
Penutup
Konsep ariyah dalam Islam menawarkan alternatif yang sangat relevan untuk diterapkan dalam sistem peminjaman barang berbasis aplikasi digital. Di tengah dominasi aplikasi komersial, hadirnya platform peminjaman yang mengusung nilai syariah, kepercayaan, dan keikhlasan dapat menjadi solusi berbasis etika yang menjawab kebutuhan masyarakat akan akses teknologi yang lebih adil.
Pengembangan aplikasi seperti ini bukan hanya peluang bisnis, tetapi juga bentuk kontribusi nyata terhadap masyarakat berbasis syariah. Dengan kolaborasi antara ahli IT, pakar hukum Islam, dan desainer produk, aplikasi ariyah digital bisa menjadi gerbang menuju ekonomi berbagi yang halal dan memberdayakan.
Penulis, Mutiara Adinda
Mahasiswi STMIK Tazkia Bogor













