Jakarta, PTP – Sebanyak 54 WNI atau warga negara Indonesia diduga telah menjadi korban penyekapan di Kamboja. Salah satu dari mereka meminta pertolongan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Ganjar lantas memerintahkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jateng untuk melakukan pengecekan. Hal tersebut merespons aduan netizen berakun @angelinahui97 perihal dugaan penyekapan 54 WNI di Kamboja.
“Segera cek @nakertrans.provjateng,” perintah Ganjar melalui Instagramnya, @ganjar_pranowo.
Merespons Ganjar, Kadisnakertrans Jateng Sakina Roseliasari menindaklanjutinya dan langsung mendapatkan informasi terkait.
“Kami langsung menindaklanjuti laporan itu dan mendapat informasi dari WNI atas nama Mohammad Effendy. Dia mewakili 54 WNI yang bekerja di negara Kamboja yang diduga mengalami penipuan penempatan tenaga kerja dan diduga terjadi tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Kepala Disnakertrans Provinsi Jateng Sakina Rosellasari, seperti dikutip dari Antara, Kamis (28/7).
Berdasarkan penelusuran informasi pihaknya, para WNI di Kamboja itu dijanjikan bekerja sebagai operator, petugas call center, dan bagian keuangan, namun di lokasi penempatan tidak sesuai dengan kesepakatan.
“Modus pemberangkatan secara ‘unprosedural’ dengan menggunakan agensi perseorangan dengan setiap WNI yang berangkat dengan agensi berbeda. Menurut Informasi dari yang bersangkutan bahwa dimungkinkan dalam tiga hari ke depan akan diperdagangkan,” ujarnya.
Disnakertrans Jateng melakukan upaya melalui koordinasi dengan Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Direktorat Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Kami terus pantau perkembangan kasus ini dan berharap bisa segera ada perkembangan terbaik,” katanya.
Saat ini, lanjut Sakina, Kementerian Luar Negeri dan KBRI Kamboja sedang menangani persoalan ini, serta melakukan pendalaman kasus bekerja sama dengan otoritas setempat.
“KBRI Kamboja mengatakan bahwa pihaknya telah menerima pengaduan terkait dugaan penyekapan terkait WNI itu. KBRI sudah berkoordinasi dengan Kepolisian Kamboja untuk proses pembebasannya,” ujarnya.(*)