Ahli waris tanah di bandar udara Haji Asan Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah membangun pondok permanen di tengah landasan pacu. <p style="text-align: justify;">"Pembangunan pondok secara permanen itu kami lakukan untuk menjaga pagar kawat berduri yang telah didirikan," kata salah seorang ahli waris tanah Rusdi, di Sampit, Jumat. <br /><br />Ia mengatakan, penjagaan pagar akan dilakukan siang dan malam, sebab kalau tidak ditunggu khawatir dirusak oleh orang yang ingin menggunakan landasan pacu. <br /><br />Menurut Rusdi, selama tidak ada ganti rugi atau kompensasi dari pemerintah daerah maka pagar kawat berduri tidak akan dibongkar. <br /><br />Dia bersama ahli waris lainnya tetap berharap pihak pemerintah daerah bersedia melakukan ganti rugi, sebab lahan sudah terlanjur dibangun landasan pacu. <br /><br />"Tanah seluas 80 ribu meter persegi itu sekarang sudah sah menjadi milik kami," katanya. <br /><br />Karena itu, lanjutnya, ahli waris memiliki hak atas tanah tersebut dan apabila pemerintah daerah ingin menggunakan landasan pacu maka mereka harus membayar ganti rugi seperti yang telah diajukan sebelumnya. <br /><br />"Ganti rugi Rp75 ribu per meter persegi atau Rp6 miliar total keseluruhannya," katanya. <br /><br />Kasus sengketa tanah tersebut muncul ketika pada Tahun 1998 Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur membeli tanah seluas 80 ribu meter persegi dari R.A Djalal. Namun jual beli ini ditentang oleh pihak Gusti Muhammad Saad. <br /><br />Pada Tahun 1998, R.A Djalal menggugat Gusti Muhammad Saad ke Pengadilan Negeri (PN) Sampit. Gugatan tersebut dimenangkan verstek oleh R.A Djalal, karena tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan. <br /><br />Selanjutnya pada 9 Desember 1998, eksekusi putusan verstek dilakukan oleh Pengadilan Negeri Sampit. Satu minggu setelah putusan verstek tepatnya pada 16 Desember 1998 pihak Gusti Muhammad Saad melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Sampit. <br /><br />Melalui surat keputusan Pengadilan Negeri Sampit No. 23/PDT/PLW/98/PN SPT tertanggal 11 Oktober 1999 gugatan Gusti Muhammad Saad dikabulkan dan pada Tahun 2000, tergugat R.A Djalal mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Kalteng. <br /><br />Pengajuan banding tergugat R.A Djalal pada 29 Maret 2000 dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi Kalteng dengan putusan No. 2/PDT/2000/PT.PR, hal itu terjadi karena pihak penggugat Gusti Muhammad Saad tidak memasukan memori banding ke Pengadilan Tinggi dengan alasan pengacara R.A Djalal sudah mengundurkan diri dan atas putusan itu pihak penggugat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). <br /><br />Putusan Kasasi MA keluar pada 7 November 2006 melalui surat No. 55K/Pdt) 2001 yang memenangkan pihak tergugat dan pada 7 Juni 2007, eksekusi angkat sita barang bukti perkara dilakukan PN Sampit. <br /><br />Dengan keluarnya kasasi MA yang memenangkan Gusti Muhammad Saad itu, tergugat ahli waris R.A Djalal mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA dan sampai sekarang belum ada keputusan. <br /><br />Sementara Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi mengatakan telah mengirimkan surat ke MA yang isinya meminta agar MA segera mengeluarkan amar putusan PK yang diajukan pihak R.A Djalal. <br /><br />"Maksud kami meminta MA untuk secepatnya mengeluarkan amar putusan PK itu adalah agar sengketa lahan yang sekarang telah dibangun landasan pacu dapat segera diselesaikan," katanya. <br /><br />Sampai hari Jumat siang dirinya mengaku belum mengetahui siapa pemenang amar putusan PK itu dan informasinya pada hari ini juga MA akan mengumumkan amar putusan PK tersebut. <br /><br />"Siapapun pemenangnya Pemerintah Daerah siap membayar ganti rugi lahan tersebut dan harga akan disesuaikan dengan nilai jual obyek pajak (NJOP), sebelum dilakukan pembayaran tentunya harus dilakukan pengukuran ulang," katanya. <strong>(das/ant)</strong></p>