Prediksi bakal munculnya berbagai persoalan dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) sudah dirasakan sejak regulasi pendukungnya dibuat dan disahkan pemerintah daerah Sintang. <p style="text-align: justify;">"Sejak awal kita sudah memperkirakan sejumlah persoalan akan muncul dalam pengelolaan dana tersebut," kata Ireng Maulana, pegiat sosial dari Lembaga Gemawan Kalbar. <br /><br />Ketika itu, Ireng bersama rekan-rekan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lainnya di Kalbar yang intens mendampingi masyarakat desa sangat menyambut baik keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa. <br /><br />"Dalam aturan itu, ada alokasi anggaran yang langsung menjadi hak kelola desa berikut seperangkat aturan lainnya yang menunjukkan keberpihakan pemerintah pada pembangunan desa," jelasnya. <br /><br />Menurut Ireng, yang dipikirkan ketika itu adalah kapan lagi pemerintah desa punya anggaran sendiri dan bisa merencanakan kebutuhan sendiri dari anggaran itu, apalagi berkali-kali diusulkan melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), tetap saja fasilitas umum yang diinginkan desa tidak terbangun. <br /><br />"Bahkan ada usulan pembangunan fasilitas publik di desa yang sudah belasan tahun, tetapi tetap saja tidak direalisasikan," ucapnya. <br /><br />Berangkat dari pemikiran itu maka sejumlah LSM di Kalbar pun "roadshow" ke beberapa kabupaten melakukan pengorganisasian dengan harapan pemerintah daerah segera mengalokasikan ADD untuk mendukung pembangunan di desa. <br /><br />"Desakan dari pemerintahan desa agar daerah segera mengalokasikan dana itu cukup besar, hingga akhirnya semua kabupaten di Kalbar mengalokasikannya," ucapnya. <br /><br />Dalam ADD, desa diberikan kewenangan penuh mengelola keuangannya dengan tetap mengacu pada pokok pengelolaan keuangan daerah. <br /><br />Seperangkat aturan pun dibuat dari teknis penyusunan peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) hingga mekanisme pelaporan penggunaan anggaran. <br /><br />Melihat APBDes sudah seperti melihat Perda APBD yang dirancang oleh eksekutif bersama legislatif dengan tenaga penyusun yang mumpuni. <br /><br />Tetapi, apa daya dengan pola penyusunan hingga pelaporan yang cukup rumit bagi tenaga pengelola di desa yang memiliki kapasitas seadanya, pemerintah daerah juga harus rutin menggelar bimbingan teknis setiap tahun, namun tetap saja persoalan demi persoalan muncul setiap tahun. <br /><br />"Tidak sedikit juga pengelolaan dana itu yang masih kurang tepat sasaran, namun tiap tahun kami selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaannya melalui bimbingan teknis," jelas Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Sintang, Hotler Panjaitan. <br /><br />Ia menilai, pengelolaan ADD di Sintang menjadi kurang maksimal untuk mendukung pembangunan di desa disebabkan oleh banyak faktor. <br /><br />"Di antaranya faktor internal di pemerintahan desa itu sendiri dan tentunya berkaitan dengan personel yang mengelola anggaran itu, ada juga yang sudah bagus tetapi tidak sedikit juga yang masih harus diperbaiki terutama mentalitas," imbuhnya. <br /><br />Soal lemahnya sumber daya manusia pengelola ADD di desa, ia mengatakan masih bisa disiasati dengan bimbingan teknis atau pelatihan maupun peningkatan pemahaman petunjuk teknis dalam pengelolaannya. <br /><br />"Tiap tahun kami lakukan, tetapi kembali pada personel untuk menangkap semua penjelasan yang disampaikan," jelasnya. <br /><br />Selain itu, ia juga mengeluhkan minimnya anggaran beserta sarana dan prasarana untuk melakukan monitoring dan evaluasi pada pemerintahan desa yang mengelola anggaran. <br /><br />"Wilayah Sintang ini luas, letak desa juga berjauhan sehingga pembinaan kurang maksimal meskipun setiap tahun kami melakukan rapat kerja dengan para kepala desa di Sintang," imbuhnya. <br /><br />Ia juga menyinggung soal sistem pengelolaan keuangan pemerintah desa yang disamakan dengan sistem pengelolaan keuangan daerah, apalagi kantornya hanya menangani pembinaan dan pemberdayaan, soal kekurangan menjadi wewenang instansi lainnya. <br /><br />"Keinginan kita pengelolaan keuangan desa bisa lebih disederhanakan lagi karena pada dasarnya desa bersifat mandiri dalam pengelolaan keuanganya," kata dia. <br /><br />Akibat sistem pengelolaan keuangan yang cukup rumit bagi aparatur desa, ia mengatakan hingga saat ini di Kabupaten Sintang sudah ada tiga orang kepala desa yang dinonaktifkan. <br /><br />"Mereka keliru mengelola keuangan desa, bahkan ada yang sampai saat ini masih buron," jelasnya. <br /><br />Bahkan beberapa kepala desa lainnya sudah dilaporkan warga mereka ke Kejaksaan Negeri Sintang dan perkaranya masih terus diproses. <br /><br />Terhadap persoalan seperti itu, mau tidak mau ditunjuk penjabat yang melalui mekanisme persetujuan Badan Perwakilan Desa (BPD). <br /><br />"Penjabat itulah kemudian yang mempersiapkan pemilihan kepala desa baru paling lama enam bulan sejak ditunjuk menjadi penjabat," jelasnya. <br /><br /><strong>Uang Kaget </strong><br /><br />Umar Dhani, aktivis LSM Bendera Kabupaten Sintang mengibaratkan kepala desa pertama kali desanya mendapatkan uang ADD seperti mendapatkan uang kaget. <br /><br />"Desa yang selama ini tidak dapat dana cukup untuk membangun kemudian mendapatkan dana yang bisa dikelola sendiri seperti seorang kepala daerah," ujarnya. <br /><br />Mekanisme pengelolaan dana tersebut, menurutnya, juga tidak ubahnya dengan pengelolaan keuangan daerah. <br /><br />"Bupati dengan pasukannya sudah piawai dengan angka-angka dalam anggaran daerah, sementara pemerintahan desa dengan SDM yang belum berpengalaman terpaksa harus mengikuti aturan itu," jelasnya. <br /><br />Akibatnya selama empat tahun berjalan, satu persatu masalah dalam pengelolaan ADD terkuak ke permukaan, dari kepala desa yang kabur membawa lari uang ADD hingga terjadi proses hukum di kejaksaan. <br /><br />Keluhan dari masyarakat pun muncul karena jarang dilibatkan dalam perencanaan, bahkan ada BPD yang tidak dilibatkan sama sekali dalam setiap proses pengelolaan keuangan desa. Padahal BPD adalah representasi dari masyarakat. <br /><br />"Disadari atau tidak, pengelolaan ADD saat ini sudah bagai benang kusut, perlu ada evaluasi menyeluruh dalam pengelolaan dana itu," ujar Umar. <br /><br />Muncul harapan ketika pemerintah pusat mengusulkan draf rancangan undang-undang baru tentang desa yang dijadwalkan bisa masuk Program Legislasi Nasional pada tahun 2011. <br /><br />"ADD tidak perlu dihilangkan, tetapi pengaturannya yang perlu diperjelas agar dana itu benar-benar bermanfaat untuk mendukung pembangunan di desa," imbuhnya. <br /><br />Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sintang, Franseda memberikan penilaian tersendiri bagi kesemrawutan pengelolaan ADD di Sintang. Menurutnya, ADD itu sama dengan anggaran diam-diam. <br /><br />"Uang ADD itu sudah seperti uang pribadi kepala desa sehingga yang terjadi adalah penyalahgunaan karena pengelolaannya tidak melibatkan masyarakat," jelasnya. <br /><br />Bahkan ia memberikan penilaian hanya 10 persen saja pengelolaan ADD di Sintang itu baik, sisanya kurang bagus karena sudah banyak laporan dari masyarakat yang masuk ke mereka di DPRD Sintang. <br /><br />"Kami sudah amati kondisi lapangan, hanya sebagian kecil saja desa yang sudah mengelola dana itu dengan transparan dan akuntable," ujarnya. <br /><br />Di Kabupaten Sintang, total keseluruhan desa yang mendapatkan ADD mencapai 281 desa dari 14 Kecamatan. Pemerintah daerah setiap tahunnya sejak tahun 2007 menganggarkan ADD pada kisaran angka Rp40 miliar yang dibagikan ke semua desa dengan azas adil dan merata melihat berbagai variabel di setiap desa. <br /><br />Bahkan karena anggaran diam-diam yang didapat juga dengan diam-diam, menurutnya pelaporan juga dilakukan dengan diam-diam. <br /><br />"Tidak jarang dibantu oknum pegawai baik di kecamatan maupun instansi yang bertanggung jawab pada pengelolaan keuangan sehingga muncul istilah calo ADD, karena jasa mereka dibayar oleh kepala desa yang ingin agar laporan keuangannya bisa bagus," jelasnya. <br /><br />Anggota lainnya, Muana menilai hal serupa, menurutnya meskipun ada penyimpangan tetapi tidak sedikit juga yang sudah menjalankan prinsip pengelolaan dengan baik. <br /><br />"Terhadap yang menyimpang sudah seharusnya pemerintah daerah menindak tegas dari sanksi administratif hingga dipecat dari jabatan," jelasnya. <br /><br />Jika ada sanksi tegas, tentunya sangat diharapkan bisa memberikan efek jera kepada pengelola ADD lainnya. <br /><br />"Jelas mereka akan berpikir ulang untuk menyelewengkan penggunaan ADD jika ada sanksi tegas," ucapnya. <br /><br />Jika tidak ada sanksi tegas, ia khawatir kepala desa yang sudah bagus dalam mengelola ADD jadi ikut-ikutan rusak. <br /><br />"Mereka semakin merasa bebas menggunakan uang itu tanpa memperhatikan kebutuhan di desa," imbuhnya. <br /><br />Anggota DPRD lainnya, Wiwin Erliyas meminta pemerintah daerah mengevaluasi pengelolaan ADD di Sintang hingga tuntas. <br /><br />"Agar kekurangan dalam pengelolaan dana itu bisa teridentifikasi untuk dicarikan solusi yang tepat agar tidak ada masalah lagi di kemudian hari," jelasnya. <br /><br />Keberadaan Inspektorat Kabupaten Sintang sudah selayaknya difungsikan maksimal sehingga pemeriksaan terhadap pengelolaan ADD di Sintang bisa menyeluruh dan tidak tebang pilih. <br /><br />"Jangan karena ada laporan dari masyarakat baru turun ke lapangan, berdayakan sumber daya yang ada untuk melakukan pemeriksaan rutin,? jelasnya. <br /><br /><strong>Bermuatan Politis </strong><br /><br />Kepala Desa Solam Raya Kecamatan Sungai Tebelian, Wijono, yang dilaporkan warganya melakukan penyalahgunaan ADD menilai laporan tersebut sarat dengan tuduhan bermuatan politis. <br /><br />"Ada persaingan di desa hingga saya dilaporkan," katanya. <br /><br />Ia tetap bersikukuh kalau uang ADD itu sudah dikelola dengan baik berdasarkan standar pengelolaan keuangan daerah. <br /><br />"Banyak yang sudah kami bangun dari uang ADD itu, rehab kantor desa misalnya, selain itu jalan desa yang rusak sedikit saja langsung diperbaiki, meskipun jalan tanah masih mudah dilalui karena ada dana yang siap digunakan kapanpun,? ucapnya. <br /><br />Kepala Desa Dedai Kanan Kecamatan Dedai, Syamian yang juga dilaporkan warganya ke Kejaksaan Negeri Sintang mengakui selama ini pengelolaan ADD sudah dilaksanakan sesuai mekanisme dan tidak ada yang disalahgunakan. <br /><br />"Terus terang saya habis-habisan diserang sama mereka yang melapor beberapa waktu lalu, padahal kami selalu berupaya untuk transparan dalam pengelolaan ADD itu," katanya. <br /><br />Menurutnya, pelaksanaan ADD di desanya sudah benar-benar mengacu pada peraturan desa yang ditetapkan bersama dengan BPD dan pembahasannya diketahui masyarakat. <br /><br />"Jadi saya rasa tidak ada yang disembunyikan dalam pengelolaan ADD itu, semua sudah sesuai prosedur," ucapnya. <br /><br />Ia juga mengungkapkan persoalan sama, persaingan politik di desa, karena ada di antara warga yang melapor itu pernah kalah dalam pemilihan kepala desa. <br /><br />Kepala Kejaksanaan Negeri Sintang, Mochamad Djumali mengatakan, laporan dari Wakil Bupati Sintang Ignasius Juan menyebutkan selama kurun 2009-2010 Inspektorat Kabupaten Sintang mencatat 33 pengaduan dari masyarakat terkait pengelolaan ADD tersebut. <br /><br />"Pengaduan kasus tahun 2009 ada 15 dan lima kasus diantaranya sudah ditindaklanjuti," jelasnya. <br /><br />Sedangkan pengaduan yang masuk pada tahun 2010 ada 18 kasus dan yang sudahditindaklanjuti sebanyak 7 kasus. <br /><br />"Total jumlah pengaduan yang masuk sebanyak 33 kasus dan yang sudah terperiksa sebanyak 12 kasus," jelasnya. <br /><br />Soal pengaduan dari masyarakat yang mengatakan masih adanya kepala desa beranggapan bahwa ADD adalah dana untuk kepala desa, hal itu menurutnya karena lemahnya kualitas kepala desa yang bersangkutan. <br /><br />"Tetapi setiap kesempatan, pemerintah daerah telah mengarahkan para kepala desa tentang tujuan pemberian alokasi dana desa," ujar Mochamad. <br /><br />Ia menegaskan kalau Pemerintah Kabupaten Sintang sejak ADD digulirkan tahun 2007 hingga saat ini, tetap melakukan pembinaan berupa pelatihan maupun bimbingan teknis bagi kepala desa sebagai pemegang keuangan desa. <br /><br />"Sekretaris desa sebagai pejabat pengelola teknis keuangan desa juga diberi bimtek bersama bendaharawan desa," jelasnya. <br /><br /><strong>Evaluasi Untuk Perbaikan </strong><br /><br />Bupati Sintang, Milton Crosby mengatakan pada dasarnya menginginkan agar aturan pengelolaan keuangan ADD itu bisa lebih dipermudah sehingga tidak terlalu memberatkan aparatur desa. <br /><br />"Tetapi secara aturan tidak boleh, padahal kalau dana itu dimasukkan sebagai subsidi, cukup laporannya di kecamatan saja, tidak jadi masalah itu, tapi kemungkinan kebocoran akan besar," jelasnya. <br /><br />Dari sisi pelaksanaan audit terhadap penggunaan ADD di Sintang, saat ini desa yang sudah pernah diperiksa Inspektorat Kabupaten baru mencapai sekitar 150 desa selama tiga tahun melalui audit reguler hingga audit khusus ketika masuk laporan dari masyarakat. <br /><br />"Audit dilakukan terhadap objek fisik maupun administrasi dan ketika ada temuan, yang pertama di lakukana dalah pembinaan, kalau ada uang yang terpakai dan tak bisa dipertanggungjawabkan maka diberi waktu pengembaliannya," jelasnya. <br /><br />Kendala di Inspektorat kabupaten selain pada ketersediaan anggaran juga pada personil yang sudah mengantongi sertifikat audit. <br /><br />Saat ini, Inpspektorat Kabupaten Sintang memiliki 21 orang tenaga pemeriksa bersertifikat terdiri dari tujuh orang auditor reguler, tujuh orang auditor kasus dan tujuh orang auditor Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD). <br /><br />"Jumlah tenaga ini belum memadai dibandingkan objek audit di Sintang yang lebih dari 800," ujarnya <br /><br />Ia mengatakan evaluasi terhadap pengelolaan ADD di Sintang tetap dilakukan, bahkan setiap tahun mengevaluasi untuk melihat efektivitasnya dan bisa untuk perbaikan ke depannya. <br /><br />"Kita tetap berkomitmen untuk mendukung pembangunan desa sehingga ADD tiap tahun dianggarkan, yang jelas jika pengelolaannya bagus, maka pembangunan dari dana itu akan terlihat dan akan sangat mendukung peningkatan perekonomian masyarakat desa," kata dia. <br /><br />Pada dasarnya pemberian ADD itu merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, pertisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat. <br /><br />"Maksudnya juga adalah untuk membiayai program pemerintah desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat," kata Milton. <strong>(phs/Ant)</strong></p>