Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Melawi, Joko Wahyono mengatakan, sekarang sedang beredar Skip Challenge (SC) atau pass out challenge di kalangan anak-anak sampai remaja. <p style="text-align: justify;">"Beredar gencar di youtube dan facebook. Permainannya dengan cara menekan dada sekeras kerasnya selama beberapa waktu dan menyebabkan anak tersebut kejang dan pingsan. Setelah beberapa saat anak akan siuman," katanya, Minggu (12/3).<br /><br />Lebih lanjut Joko mengatakan, banyak anak menganggap ini pengalaman yang menegangkan dan menyenangkan. Tanpa mereka sadari, sebetulnya mereka pingsan karena asupan oksigen ke otak terhenti beberapa saat. <br /><br />"Hal itu menyebabkan kerusakan sel sel otak. Bisa berakibat fatal, kerusakan otak atau kelumpuhan. Efek lain adalah keinginan untuk mengulangi dengan intensitas yang lebih besar. Hal ini dikarenakan anak merasakan sensasi tertentu dan merasa tertantang," jelasnya.<br /><br />Oleh karena itu, kata Joko, para orangtua, para guru di sekolah untuk lebih mengawasi permainan anak-anak baik di lingkungan rumah maupun sekolah. <br /><br />"Jangan sampai permainan itu dimainkan anak-anak. Kita harus waspada terus. Jangan sampai baru menyesak kemudian hari," paparnya.<br /><br />Menurutnya pertama permainan ini dilakukan dengan memanipulasi jumlah asupan oksigen ke otak. Kekurangan oksigen pada otak dalam waktu tertentu bisa menyebabkan cacat permanen pada otak, seperti pada orang stroke yang pembuluh darah otaknya tersumbat atau pecah.<br /><br />Bila anak mengalami tekanan cukup lama di dadanya sehingga tidak bisa bernafas, maka selain mengalami kenikmatan akibat morfin made in tubuh sendiri, bisa juga anak mengalami cacat otak mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat dan berakibat fatal sampai meninggal.<br /><br />"Karena itu, mohon diamati permainan anak-anak kita, mulai dari anak usia dini sampai usia remaja. Mungkin mereka sekedar meniru dari temannya yang melakukan SC atau meniru dari video. Mari kita cegah tumbuhnya kepribadian menyimpang pada anak-anak kita, baik itu anak kandung, anak murid maupun anak-anak social dari tetangga kita," pungkasnya. (KN)</p>