Dishut: Pengoperasian Pangkalan Kayu Melanggar Hukum

oleh
oleh

Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menilai pengoperasian pangkalan kayu melanggar hukum karen tidak memiliki payung hukum yang jelas. <p style="text-align: justify;">"Kayu olahan yang dijual pihak pangkalan kayu di Kotawaringin Timur ilegal karena asal usul kayu tidak jelas," kata Kepala Dinas Kehutanan Kotawaringin Timur, Hanif Budi Nugroho, di Sampit, Senin.<br /><br />Dengan diperbolehkannya pengkalan kayu beroperasi lagi, kata dia, secara otomatis pemerintah daerah telah merestui peredaran kayu ilegal hasil pembalakan liar.<br /><br />"Sesuai aturan kayu olahan yang diperdagangkan harus dari hasil industri yang dilengkapi dengan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBI)," kata dia.<br /><br />Selama ini, kata dia, pasokan bahan baku ke pangkalan kayu di Kotawaringin Timur tidak dari hasil industri, jadi sudah jelas kayu olahan yang di jual oleh pihak pangkalan kayu selama ini adalah ilegal.<br /><br />"Pemenuhan kayu industri di Kotawaringin Timur selama ini hanya dari hasil lelang saja bukan dari Hak Pemanfatan Hutan (HPH)," kata dia.<br /><br />Ia menambahkan, tidak adanya pasokan kayu dari hasil HPH untuk industri karena harganya sangat tinggi sehingga tidak terjangkau. Akhirnya dalam pemenuhannya kayu tersebut di dapat secara ilegal.<br /><br />Menurut Nugroho, pemerintah daerah harus segera mencarikan jalan keluar terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh para pengelola pangkalan kayu, sebelum mereka ditangkap polisi.<br /><br />Berdasarkan surat edaran Gubernur Kalteng Nomor 522.2.21/250/Dishut tertanggal 9 Februari 2010 dan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor 07/Menhut-II/2009 tentang pedoman pemenuhan bahan baku lokal untuk daerah.<br /><br />Pemahaman surat edaran Gubernur Kalteng dan Permenhut tersebut hanya ditujukan kepada masyarakat yang tinggal disekitar hutan dan bukan untuk masyarakat yang tinggal diperkotaan.<br /><br />"Terbitnya surat edaran Gubernur Kalteng dan Permenhut itu dikarenakan sebelumnya ada keluhan dari masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang kesulitan mendapatkan bahan baku kayu dan dalam surat edaran itu juga disebutkan untuk kebutuhan kayu perorangan sebanyak 20 meter kubik dan kelompok masyarakat 50 meter kubik," katanya.<br /><br />Kalau ingin masyarakat perkotaan juga mudah mendapatkan kayu, lanjut dia, maka mulai sekarang pemerintah daerah bersama DPRD setempat harus membuat kebijakan, yakni memikirkan bagaimana caranya jatah yang 20 dan 50 meter kubik untuk masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tersebut bisa dipasok ke pangkalan kayu.<br /><br />"Pemerintah daerah bersama DPRD Kotawaringin Timur harus mengajukan permohonan perbaikan surat edaran yang telah dikeluarkan oleh Gubernur Kalteng dan Menteri Kehutanan agar jatah yang 20 dan 50 meter kubik tersebut bisa dibagi ke masyarakat yang tinggal di perkotaan," ungkapnya.<strong> (das/ant)</strong></p>