Harga TBS Anjlok Petani Sawit Menjerit

oleh

SEKADAU – Disaat gejolak harga TBS anjlok drastis serta PKS dibeberapa bulan terakhir ini over kapasitas, beberapa petani di seluruh indonesia khususnya di kalbar tak tau harus mengadu kemana seakan menjadi jadwal rutinitas setiap tahun.

Mirisnya, diregion kalbar apabila kemarau berkepanjangan jalur sungai kapuas menjadi andalan mengangkut CPO. Seperti 2 tahun silam tidak sedikit tongkang/ponton kandas di sungai kapuas mengakibatkan ekspor CPO terhambat beberapa PKS memilih mangkir mengolah TBS. Adapun PKS yg beroperasi mengolah maupun membeli TBS sistem nya target (kuota).

Ketua Koperasi Perkebunan Renyang Bersatu Albertus Wawan katakan, dilihat dari beberapa Regulasi tentang kelapa sawit yang telah dibuat dengan menghabiskan tenaga, waktu dan anggaran yang cukup banyak namun hasilnya tak tampak dilapangan layaknya seperti memakan buah simalakama,” ucapnya Minggu (15/7/18).

Contoh kata dia, tahun 2018 pemerintah menerbitkan Permentan N0 1 tahun 2018 tentang pedoman teknis penetapan Harga TBS. Dimana dalam isi permentan tersebut tidak tertuang lembaga lain selain poktan, koperasi ataupun lembaga keswadyaan petani namun masih terlihat dibeberapa daerah berkeliaran tengkulak.

Kehadiran tengkulak tentu mengakibatkan rendemen/mutu CPO berkurang karena sistem pembelian TBS nya global 2-5 kilogrampun dibeli, tanpa melihat umur tanam kelapa sawit tersebut. Selain itu membuat resah petani plasma.

Bagaimana tidak, contohnya di Kabupaten Sekadau ketika harga ditingkat tengkulak anjlok dari Rp 1.800 per kilogram sekarang hanya Rp 1.050 per kilogram. Untuk Tm 10-20 tahun tidak sebanding dengan harga yang ditetapkan pemerintah sehingga petani yang biasanya menjual TBS ke tengkulak beralih menjual kepada kelembagaan petani dengan harga yang ditetapkan Disbun Rp1.570 per kilogram untuk Tm 10-20 tahun untuk bulan ini,” jelasnya.

Efeknya, disejumlah PKS dump truck mangkrak berhari-hari. Ditambah lagi ulah perusahaan yg mengutamakan TBS inti yang lebih dulu masuk PKS . Tentu berdampak kepada tingginya sortasi angka grading dibeberapa kelembagaan petani plasma yang rutin mengirim TBS ke PKS dengan harga Disbun,” kata Wawan.

“Ketika harga TBS anjlok para tengkulak sunyi senyap bahkan terjadi dibeberapa daerah TBS di tingkat petani pihak ketiga tidak laku atau tidak dibeli,” kesalnya.

Simen Yulius, Petani sawit plasma kemitraan eks PT.MPE mengeluh karna gajih yang diterima bulan ini sangat minim Rp 303.069/kavling jauh jika dibandingkan 2 bulan lalu. Ia mengaku tidak cukup untuk bayar uang daftar ulang anak sekolah mana untuk biaya asrama sehingga dirinya terpaksa meminjam ke lembaga koperasi perkebunan didaerahnya demi menyekolahkan anak.

“Di saat gejolak harga TBS terjadi monitoring, pemerintah Los tentu’ kehadiranya melalui lembaga terkait sangat dinantikan oleh petani,” ucap Wawan.

Albertus wawan Ketua Koperasi Perkebunan Renyang Bersatu pola kemitraan yang juga sebagai perwakilan petani berharap semestinya pemerintah turun tangan jangan, tinggal diam berikan solusi untuk petani karena kita punya UU perlindungan dan pemberdayaan petani no 19 tahun 2013 yang isinya melindungi petani dari gejolak harga sawit.

“Berikan insentif dong’ apa gunanya kita punya lembaga BPDP yang dibentuk oleh pemerintah salah satu sumber dana kelapa sawit yang dapat dihibah untuk petani yang dari lembaga tersebut,” harapnya.

Menurutnya, ketika insentif itu direalisasikan ke petani pemerintah adil dan hadir disaat petani menjerit. Jangan banggakan devisa negara no 1 disektor sawit sementara petani menjerit pemerintah tidak hadir memberikan wins solution,” kata Wawan. (AS)