Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Selatan Gusti Perdana Kesuma dari Fraksi Partai Golkar mengemukakan, sebaiknya Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diuji publik terlebih dahulu sebelum disahkan <p style="text-align: justify;">"Uji publik itu dimaksudkan sebagai salah satu wujud tranparansi terhadap anggaran daerah agar khalayak juga dapat mengetahui dan memberikan masukan guna efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran tersebut," katanya di Banjarmasin, Kamis (02/12/2010).<br /><br />Mantan Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kalsel itu mengemukakan hal tersebut, sehubungan dengan sikap pimpinan DPRD provinsi setempat yang terkesan mau mengurangi peran dan fungsi komisi-komisi dewan dalam pembahasan RAPBD mendatang.<br /><br />Menurut Ketua Komosi III bidang Pembangunan dan Infrastrujktur DPRD Kalsel tersebut, uji publik perlu dilakukan guna lebih memudahkan masyarakat berpartispasi seperti melakukan kontrol atau pengawasan bila kelak RAPBD tersebut disahkan menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.<br /><br />Karena itu pula, politisi muda Golkar itu sependapat dengan saran Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kalsel, yang meminta agar RAPBD provinsi yang sudah disahkan menjadi APBD dipublikasikan melalui media massa.<br /><br />"Saya kira permintaan KAMMI Kalsel yang mengacu pada Pasal 23 Undang Undang Dasar (UUD) 1945 itu, benar guna keterbukaan dalam konteks pertanggungjawaban kepada publik. Karena pada dasarnya APBD itu uang dari rakyat dan untuk rakyat," katanya.<br /><br />"Semestinya sejak berupa RAPBD sudah dipublikasikan lewat media massa sebagaimana dilakukan pemerintah kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Selatan (HSS) Kalsel selama ini, sehingga publik bisa lebih awal melakukan partisipasi korektif," katanya.<br /><br />Karena itu, anggota DPRD Kalsel dua periode tersebut menyayangkan kalau ada pemikiran pimpinan dewan dan eksekutif yang seakan mau membatasi partisipasi publik, termasuk komisi-komisi dewan, terhadap pembahasan anggaran.<br /><br />"Kalau ada pemikiran mau membatasi peran dan fungsi komisi-komisi dewan dalam pembahasan RAPBD, berarti langkah mundur dan tak ada komitmen untuk lebih baik dan lebih maju lagi," katanya.<br /><br />"Kalau komisi-komisi dewan saja, yang resmi sebagai alat kelengkapan dibatasi dalam pembahasan RAPBD, maka mustahil masyarakat umum akan bisa berpatisipasi dalam RAPBD tesrsebut," katanya.<br /><br />Sebagaimana dikemukakan Wakil Ketua DPRD Kalsel, Muhammad Iqbal Yudiannor dari Partai Demokrat, keterlibatan komisi-komisi dalam pembahasan RAPBD dianggap melanggar Peraturan Pemerintah (PP) 16 Tahun 2010.<br /><br />Sementara dalam peraturan perundangan undangan yang berlaku, baik Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 maupun PP 16/2010 yang merupakan peraturan pelaksanaannya, tak ada satu ketentuanpun yang melarang komisi-komisi dewan turut membahas RAPBD.<br /><br />"Bahkan sesuai peraturan perundang-undangn yang berlaku, peran dan fungsi dewan dalam anggaran, pengawasan dan legislasi. Itu artinya komisi-komisi dewan bisa turut membahasa RAPBD sebagaimana Tata Tertib (Tatib) DPRD Kalsel sekarang," demikian Gusti Perdana.<strong> (phs/Ant)</strong></p>