Pemerintah Batasi Kapal Asing Lepas Pantai

oleh
oleh

Pemerintah akhirnya membatasi batas waktu penggunaan kapal asing untuk keperluan kegiatan lain yang tidak termasuk dalam kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang pada angkutan laut dalam negeri. <p style="text-align: justify;">Pemerintah akhirnya membatasi batas waktu penggunaan kapal asing untuk keperluan kegiatan lain yang tidak termasuk dalam kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang pada angkutan laut dalam negeri.<br /><br />Kepala Pusat Komunikasi Publik, Kementerian Perhubungan, Bambang S Ervan, di Jakarta, Senin mengatakan, ketentuan itu tertuang dalam Lampiran Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 48 Tahun 2011 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Izin Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Lain Yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang dan/atau Barang Dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri.<br /><br />"Ketentuan itu berlaku sejak ditetapkan pada 18 April 2011," katanya.<br /><br />Bambang menjelaskan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 48 Tahun 2011 tersebut mengatur secara ketat penggunaan kapal bukan berbendera Indonesia (asing) untuk kegiatan pengeboran dan lepas pantai baik mengenai jangka waktu penggunaan kapal, proses perizinannya serta mekanisme pengoperasiannya.<br /><br />Secara rinci juga diatur tentang jangka waktu penggunaan kapal asing dimaksud berdasarkan jenis kegiatan dan jenis kapal.<br /><br />Kegiatan survey minyak dan gas bumi dengan penggunaan kapal survey seismik, survey geofisika dan survey geoteknis diberi jangka waktu sampai dengan akhir Desember 2014.<br /><br />Kegiatan konstruksi lepas pantai ditetapkan berdasarkan jenis kapal yaitu untuk kapal derrick/crane, pipe/cable/Subsea Umbilical Riser Flexible (SURF) laying barge/vessel diberi jangka waktu sampai dengan akhir Desember 2013, sementara untuk jenis kapal Diving Support Vessel (DSV) diberi jangka waktu sampai dengan akhir Desember 2012.<br /><br />Kegiatan pengeboran diberi jangka waktu sampai dengan akhir Desember 2015.<br /><br />Kegiatan penunjang operasi lepas pantai diberi jangka waktu sampai dengan akhir Desember 2012. Kegiatan pengerukan serta salvage dan pekerjaan bawah air diberi jangka waktu sampai dengan akhir Desember 2013.<br /><br />Lampiran itu juga menyebutkan, pada pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Perhubungan ini diatur juga prinsip penggunaan kapal asing dimaksud yaitu bahwa bahwa kapal asing dapat melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri di wilayah perairan Indonesia sepanjang kapal berbendera Indonesia belum tersedia atau belum cukup tersedia.<br /><br />Selanjutnya ayat 2 menyatakan bahwa Kapal asing tersebut wajib memiliki izin dari Menteri Perhubungan.<br /><br />Izin penggunaan kapal asing tersebut diberikan oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan administratif dan telah dilakukan upaya pengadaan kapal berbendera Indonesia minimum 1 (satu) kali namun ternyata memang tidak tersedia (dibuktikan dengan pengumuman lelang).<br /><br />Persyaratan administratif yang harus dipenuhi untuk penggunaan kapal asing yaitu kelengkapan dokumen antara lain rencana kerja yang dilengkapi jadwal dan wilayah kerja kegiatan dengan penandaan koordinat geografis, charter party antara perusahaan angkutan laut nasional dengan pemilik kapal asing dan kontrak kerja dari pemberi kerja, Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut serta sertifikat kapal dan awak yang merupakan persyaratan yang selama ini sudah berlaku.<br /><br />Selain itu, juga diatur bahwa pengoperasian kapal asing untuk melakukan kegiataannya seperti dimaksud (shipping common practice) dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional.<br /><br />Semua ketentuan pengaturan penggunaan kapal asing ini ditujukan untuk melindungi perusahaan kapal nasional.<br /><br />Tiga bulan Bambang juga menjelaskan, untuk mengetahui kemampuan kapal berbendera Indonesia baik jenis maupun jumlahnya serta kebutuhannya peraturan menteri ini menyebutkan Direktur Jenderal Perhubungan Laut harus melakukan evaluasi yang dilakukan setiap 3 (tiga) bulan dengan mengikut sertakan penyedia jasa serta asosiasi pengguna jasa agar dapat diketahui dengan jelas dan transparan tentang ketersediaan kapal berbendera Indonesia.<br /><br />Hal ini bertujuan untuk menerapkan azas cabotage secara konsekuen pada angkutan laut dalam negeri.<br /><br />Penetapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 48 Tahun 2011 tersebut telah melalui proses pembahasan yang melibatkan pemangku kepentingan yaitu wakil dari Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral, Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP Migas), dan Ketua Asosiasi Pengusaha Kapal Nasional atau INSA.<br /><br />Pada beberapa kali pertemuan, diharapkan agar ke depan kemampuan pengusaha pelayaran Indonesia dapat meningkatkan kemampuan dengan mengadakan kapal berbendera Indonesia untuk kegiatan-kegiatan lepas pantai yang selama ini masih kurang atau bahkan tidak ada sama sekali.(Eka/Ant)</p>