Pemerintah diingatkan untuk mengubah sistem perlindungan pekerja di luar negeri dengan melibatkan asuransi swasta melalui konsorsium tunggal yang dinilai tidak mampu melindungi tenaga kerja Indonesia (TKI) dari penyiksaan dan risiko kerja lainnya. <p style="text-align: justify;">Sekjen Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Rizal Panggabean di Jakarta, Minggu (26/12/2010), mengatakan, jika sistem asuransi tidak mampu melindungi TKI dari risiko kerja, seperti penyiksaan, pelecehaan hingga perkosaan maka pemerintah telah abai pada perlindungan TKI. <br /><br />"Bisa dikatakan pemerintah membiarkan praktik penyiksaan yang dilakukan majikan karena tidak memberi solusi dan efek jera melalui pengadilan atau jalur hukum lainnya," kata Rizal terkait pertemuannya dengan Komisi Hukum Nasional belum lama ini. <br /><br />Dikatakannya, sangat naif melindungi TKI di luar negeri dengan mengandalkan asuransi yang memiliki wilayah kerja hanya di dalam negeri (lokal Indonesia). <br /><br />"Asuransi sifatnya hanya memberi ganti rugi setelah sesuatu terjadi, sementara TKI membutuhkan perlindungan, bantuan hukum dan biaya perawatan jika jatuh sakit atau biaya pemulihan seketika itu juga jika mengalami kecelakaan," kata Rizal. <br /><br />Jika mengacu pada UU No.37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja ke Luar Negeri maka dinyatakan dengan jelas bahwa Kementerian Luar Negeri bertanggung jawab atas keselamatan WNI, termasuk TKI. <br /><br />"Jadi yang bertanggung jawab atas keselamatan TKI itu Kementeri Luar Negeri RI bukan perusahaan atau konsorsium asuransi TKI di Indonesia," kata Rizal. <br /><br />Dia mengingatkan sudah banyak kalangan yang memprotes tentang tiadanya perlindungan atas TKI di luar negeri, tetapi pemerintah, khususnya Kemenakertrans tetap bertahan dengan sistem asuransi. <br /><br />Dia mengutip pernyataan Menakertrans Muhaimin Iskandar kepada pers yang menyatakan TKI akan memperoleh segala perlindungan dari asuransi, misalnya bila TKI diberhentikan sepihak, mengalami kecelakaan kerja, mendapat masalah dengan majikan atau dengan agency di luar negeri. <br /><br />Jika mengacu pada pernyataan Menakertrans itu, kata Rizal, maka pemerintah sangat yakin asuransi bisa melindungi TKI di tempat kerjanya (diluar negeri). <br /><br />"Artinya, jika TKI masih mengalami penyiksaan dari majikan maka Muhaimin yang bertanggung jawab karena sudah menunjuk konsorsium asuransi untuk melindungi TKI," kata Rizal. <br /><br />Dia mengingatkan, Menakertrans sesungguhnya telah mengabaikan fungsi perlindungan yang diatur dalam UU No.37/1999, khususnya pasal tentang perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia serta UU No.39/2004, pasal 78?80. <br /><br />UU No.39/2004, pasal 78-80 menyebutkan bahwa perwakilan RI memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri, antara lain bantuan hukum dan pembelaan atas pemenuhan hak sesuai perjanjian kerja atau peraturan perundangan setempat. <br /><br />Pembelaan yang menjadi tanggungjawab Kementerian Luar Negeri jauh lebih komprehensif, kata Rizal dan kini Muhaimin meminta perusahaan jasa TKI (PJTKI) harus membayar premi asuransi untuk perlindungan TKI. <br /><br />"Bila masih terjadi klaim asuransi yang tidak dibayar dan TKI masih disiksa majikan maka semua kejadian itu menjadi tanggung jawab Menakertrans," kata Rizal. <br /><br />Dia mengingatkan agar pemerintah, DPR, pengamat dan aktivis LSM tidak lagi menyalahkan PJTKI karena sudah membayar asuransi Rp400.000/TKI dan dana perlindungan 15 dolar AS per-TKI ke pemerintah sejak 20 tahun lalu. <strong>(phs/Ant)</strong></p>