Pemulihan pertumbuhan industri kimia nasional yang merosot akibat krisis moneter tahun 1998 belum berjalan seperti yang diharapkan karena hambatan keterbatasan pasokan bahan baku bagi sektor industri tersebut belum teratasi. <p style="text-align: justify;">Pemulihan pertumbuhan industri kimia nasional yang merosot akibat krisis moneter tahun 1998 belum berjalan seperti yang diharapkan karena hambatan keterbatasan pasokan bahan baku bagi sektor industri tersebut belum teratasi.<br /><br />Saat mencanangkan peringatan Tahun Kimia Internasional di kantor Kementerian Perindustrian Jakarta, Rabu, Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat mengatakan pada awal 1990an industri kimia berkembang pesat hingga melebihi 10 persen.<br /><br />Namun dalam tiga tahun terakhir pertumbuhannya hanya berkisar antara dua persen dan empat persen.<br /><br />"Kami berharap industri kimia terus membaik karena industri ini berdampak nyata terhadap pengembangan industri manufaktur maupun ekonomi nasional," katanya.<br /><br />Di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat dan Eropa pun, ia menjelaskan, kontribusi industri kimia terhadap perekonomian sangat bermakna. <br /><br />"Negara industri maju mempunyai struktur industri kimia kokoh dan kompetitif," katanya.<br /><br />Oleh karena itu, ia melanjutkan, pemerintah memprioritaskan pembangunan industri kimia dengan fokus pada penguatan struktur industri petrokimia hulu hingga hilir.<br /><br />Menurut dia, saat ini sudah ada tiga sentra produksi industri petrokimia yakni pusat produksi olefin di Banten (Jawa Barat) dan Bontang (Kalimantan Timur) serta pusat produksi aromatik di Tuban (Jawa Timur). <br /><br />Ketiga sentra industri petrokimia tersebut membutuhkan pasokan bahan baku secara berlanjut karenanya Kementerian Perindustrian mengupayakan pembangunan unit-unit kilang minyak yang dapat memproduksi bahan dasar industri petrokimia berupa nafta dan kondensat.<br /><br />"Ini tentu butuh ketersediaan minyak dan gas, investasi yang besar dan lahan yang memadai," kata Menteri Perindustrian.<br /><br />Potensi kekayaan alam berupa minyak dan gas, ia menjelaskan, merupakan salah satu kekuatan yang diperlukan untuk membangun industri petrokimia.<br /><br />Karena itu selain untuk memenuhi kebutuhan energi ke depan sumber daya alam itu bisa lebih banyak digunakan untuk membangun industri petrokimia yang bernilai tambah tinggi.<br /><br />"Jadi pemanfaatan minyak dan gas bumi serta batubara harus dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan nasional. Ini penting mengingat selama ini sektor industri kimia nasional sangat tergantung pada impor bahan baku nafta dan kondensat," kata dia.<br /><br />Pemerintah, ia melanjutkan, juga mendorong investor menanamkan modalnya untuk kegiatan produksi bahan baku bagi industri petrokimia.<br /><br />Menurut dia, saat ini beberapa investor dari dalam maupun luar negeri telah berkomitmen membangun kilang dan unit pemecah nafta.<br /><br />Ia mengatakan pemerintah mendukung investasi pada kegiatan produksi bahan baku industri petrokimia dengan memberikan beberapa fasilitas investasi.<br /><br />Diantaranya keringanan pajak, bea masuk yang harmonis, serta fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah dalam impor bahan baku dan bahan penolong yang belum diproduksi di dalam negeri.<br /><br />Selain itu, menurut dia, pemerintah juga memberikan insentif pajak penghasilan, dan pajak pertambahan nilai bagi industri di kawasan ekonomi khusus.<br /><br />"Usul insentif investasi berupa pembebasan pajak masih dalam finalisasi," demikian Menteri Perindustrian.(Eka/Ant)</p>