Rieke : Pemerintah Lupa Penuhi Lima Jaminan Sosial

oleh
oleh

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, menilai pemerintah lalai merealisasi amanat konstitusi mengenai kesejahteraan rakyat melalui upaya memenuhi lima jaminan sosial, yakni kesehatan, kecelakaan, hari tua, pensiun dan kematian. <p style="text-align: justify;">Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, menilai pemerintah lalai merealisasi amanat konstitusi mengenai kesejahteraan rakyat melalui upaya memenuhi lima jaminan sosial, yakni kesehatan, kecelakaan, hari tua, pensiun dan kematian.<br /><br />"Berdasarkan amanat Undang Undang Dasar 1945 dan Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Negara wajib memenuhi lima hak konstitusional rakyat tersebut tanpa memandang latar," katanya, di Jakarta, Selasa.<br /><br />Menurutnya usai Sidang Paripurna DPR RI yang mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Geospatial, RUU Akuntan Publik dan Laporan BPK, ia mengaku kecewa dengan sikap Pemerintah mengabaikan amanat konstitusi guna memenuhi kepentingan rakyat.<br /><br />"Pasalnya, untuk menjalankan lima jaminan sosial hak rakyat itu sebagaimana perintah Undang Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, memerlukan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS)," katanya.<br /><br />Namun kenyataannya, katanya, postur badan-badan dimaksud seperti Taspen, Askes, Jamsostek dan Asabri belum sesuai dengan perintah UU SJSN tersebut.<br /><br />Salah satunya, menurutnya, ialah, badan-badan ini harus nirlaba, atau tidak boleh berorientasi profit, sehingga mereka diberi waktu lima tahun hingga 2009, harus menyesuaikan.<br /><br />"Namun hingga tahun ke-7, itu tidak terealisasi. Tengok saja si Taspen berburu saham, terakhir milik Garuda. Padahal itu uang rakyat. Mereka bukan tak boleh ada untung, tetapi harus diatur dulu agar tak terlalu ‘profit oriented’ seperti sekarang," tegasnya.<br /><br />Dikatakan, pihak DPR RI kemudian berinisiatif mengajukan RUU BPJS, guna mencoba menyadarkan pemerintah, agar "terbangun" untuk memenuhi panggilan konstitusi memberikan hak-hak rakyat di bidang kesejahtetaan sosial.<br /><br />"Akhirnya pemerintah setuju membahasnya. Dalam sejarah, baru pada pembahasan RUU ini pemerintah turunkan delapan Menteri. Awalnya bagus, tetapi kemudian mereka membenturkan dua kata secara semantik, apakah UU ini bersifat pengaturan atau penetapan," ujarnya.<br /><br />Menurutnya, sikap pemerintah yang belum serius menuntaskan pembahasan RUU BPJS, malah membenturkan DPR RI dengan proses menunggu fatwa Mahkamah Agung (MA) soal sifat UU tersebut (pengaturan atau penetapan), sangat patut disayangkan.<br /><br />"Mengapa sejumlah RUU inisiatif Pemerintah seperti RUU Akuntan Publik yang disahkan tadi, juga RUU OJK, bisa cepat disahkan dan bersifat ‘pengaturan’," katanya.<br /><br />Lalu, ia juga mempertanyakan, kenapa untuk urusan memenuhi hak rakyat sesuai amanat konsitusi, masih dibenturkan dengan fatwa MA.<br /><br />Rieke dan sejumlah anggota tak kuasa lagi membendung semangat banyak anggota lintas fraksi untuk menggunakan hak interpelasi demi mengegolkan UU BPJS serta meminta pertanggungjawaban Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono memenuhi amanat konstitusi tersebut.<br /><br />"Apalagi Pemerintah juga tak bisa atau terkesan mengabaikan perintah UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN yang menegaskan, bahwa harus segera membuat setidaknya 10 Peraturan Pemerintah (PP) dan 11 Perpres," ungkapnya.<br /><br />Hingga kini, menurutnya, Pemerintah baru membuat satu Perpres tentang Dewan Jaminan Sosial (DJS) yang jelas-jelas jauh dari harapan publik.(Eka/Ant)</p>