UN Terancam Akibat Rencana Eksekusi Sekolah

oleh
oleh

Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2011 di TK-SD-SMP Salomo 1 Semarang terancam akibat rencana eksekusi lahan sekolah yang menjadi sengketa dengan Yayasan Kelenteng Sam Poo Kong, Semarang. <p style="text-align: justify;">Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2011 di TK-SD-SMP Salomo 1 Semarang terancam akibat rencana eksekusi lahan sekolah yang menjadi sengketa dengan Yayasan Kelenteng Sam Poo Kong, Semarang.<br /><br />"Lahan sekolah ini memang menjadi sengketa, di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Semarang kami kalah sehingga lahan ini akan dieksekusi," kata Ketua Yayasan Pendidikan Kranggan, Setyana, di Semarang, Kamis.<br /><br />Ketua yayasan yang membawahi sekolah itu mengaku sudah mendapatkan surat panggilan untuk menghadap Ketua PN Semarang pada 27 April mendatang terkait eksekusi lahan sekolah yang akan dilakukan selama-lamanya delapan hari setelah itu.<br /><br />Putusan eksekusi lahan ditetapkan oleh Putusan PN Semarang Nomor 274/Pdt.G/2008/PN.Smg tanggal 25 November 2009 junto Putusan PT Semarang Nomor 231/Pdt/2010/PT.Smg tanggal 18 Agustus 2010.<br /><br />Padahal, kata dia, sekolah itu akan menggelar UN SMP pada 25-28 April mendatang dan UN SD pada 10-12 Mei 2011 sehingga proses eksekusi lahan sekolah tidak mungkin bisa dilakukan dalam waktu dekat.<br /><br />"Apalagi, kami tengah mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas putusan PN dan PT Semarang itu ke Mahkamah Agung sehingga proses eksekusi belum bisa dilakukan karena menunggu putusan MA," katanya.<br /><br />Akan tetapi, kata dia, terlepas dari permasalahan hukum yang terjadi, pihaknya berharap pelaksanaan UN SMP dan SD yang akan digelar bisa berlangsung lancar tanpa kendala proses eksekusi lahan.<br /><br />"Kalau seperti ini, tentunya timbul keresahan karena persiapan anak-anak menghadapi UN menjadi terganggu, demikian juga dengan proses belajar mengajar siswa-siswa lainnya yang tidak mengikuti UN," kata Setyana.<br /><br />Kepala SMP Salomo 1 Semarang, Purnomo, menambahkan pihaknya sebenarnya tidak ingin berselisih, apalagi sekolah yang didirikan sejak 1967 itu memang memfasilitasi para siswa kalangan tidak mampu di kawasan itu.<br /><br />"Jumlah siswa, mulai TK hingga SMP mencapai 180 orang, 90 persen di antaranya merupakan siswa miskin yang tidak ditarik bayaran. Kalau sampai sekolah ini dibubarkan, kasihan mereka," katanya.<br /><br />Meski para siswa didominasi kalangan menengah ke bawah, ia mengaku prestasi siswa sangat membanggakan, bahkan pada "try out" UN SMP tahun ini menempati peringkat ke dua dari 30 sekolah di sub rayon setempat.<br /><br />"Kami hanya berharap ada kebijaksanaan, apalagi sebentar lagi UN. Kalaupun pada akhirnya kami tetap kalah, kemungkinan kami memilih pindah lokasi. Namun, pindah lokasi pun tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat," kata Purnomo. (Eka/Ant)</p>