Warga Dusun Sebaju Lestarikan Hutan Dengan Menanam Pohon di Hutan Adat

oleh
oleh
Warga Dusun Sebaju menanam pohon di Hutan Adat Rasau sebaju

MELAWI – Pembukaan lahan yang terjadi selama ini semakin marak. Mulai dari warga yang membuka sawah dan kebun. Hingga perusahaan sawit yang mendapatkan izin perkebunan. Hal tersebut tentu membawa berdampak baik bagi perekonomian warga. Namun, hutan-hutan yang menjadi tempat penyerahan air mesti dijaga.

“Kita sangat mengapresiasi warga yang membuka lahan untuk perkebunan atau pun sawah. Begitu pula dengan perusahaan. Namun, kita harus menyepakati bahwa kita masih membutuhkan hutan untuk keberlansungan hidup,” kata Disrektur Suar Institute selaku LSM di Melawi, Sukartaji, Senin (4/3/2019).

Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Aji ini mengatakan, penggunaan fungsi lahan jelas sudah diatur oleh pemerintah. Ada lahan yang bisa dibuka untuk perkebunan dan pertanian. Ada pula hutan yang memang diperuntuhkan untuk sumber air. Bahkan, di Melawi ada Taman Nasional Bukit Raya serta banyak sekali hutan-hutan yang ditetapkan sebagai hutan lindung.

“Semua kompenen daerah ini mesti teguh memagang aturan mengenai penggunaan lahan. Kalau lahan tersebut APL, silakan dipergunakan untuk perkebunan dan pertanian. Tapi kalau tanaman nasional dan hutan lindung, mari kita sama-sama menjaganya,” ulasnya.

Ia mengatakan,, semua eleman yang ada di Melawi mesti melakukan pembangunan berkelanjutan. Jangan hanya membangun untuk kepentingan hari ini saja. Namun harus membangun hingga bisa dinikmati cucu-cicit.

Jangan sampai, orang saat ini hanya mewariskan bencana pada cucu-cicit manusia. Tapi harus mewariskan contoh yang baik. Bagaimana mengelola kekayaan alam dengan dengan berkelanjutan.

“Manusia sekarang harus mencontoh manusia terdahulu yang memiliki konsep kearipan lokal untuk menjaga hutan. Hingga manusia sekarang masih bisa menikmati hutan,” bebernya.

Dia pun mengingatkan, bila seluruh hutan di Melawi dibuka. Maka dampak yang akam langsung dirasakam adalah banjir pada saat hujan. Atau akan terjadi banjir bandang di ibu kota Melawi.

“Warga Nanga Pinoh pasti tidak bisa melupakan banjir bulan puasa tahun 2008 silam. Air yang menggenangi pasar Nanga Pinoh tersebut berasal dari daerah perhuluan. Itu menandakan, ada daerah penampung air telah rusak,” ujarnya.

Ia mengatakan, tuhan telah menciptakan bumi ini dengan kondisi yang sangat seimbang. Kalau keseimbangan ini dirusak, maka akan berakibat pada bencana. Ada daerah dataran tinggi, ada pula daerah dataean rendah. Setiap dataran tinggi dan rendah tersebut adalah pohonnya. Batang kayu serta akar ini adalah untuk menampung air. “Hutan adalah untuk menampung air. Agar bila ada hujan, air tidak langsung turun ke daerah hilir, namun ditahan oleh akar-akar,” jelasnya.

Aji menjelaskan, dataran rendah didaerah pehuluan adalah daerah penampung air. Terutama daerah yang memiliki tanah gambutnya. Gambut adalah tanah yang mampu menampung air dalam jumlah besar.

“Gambut dapat meyimpan air jutaan galon. Namun jika gambut ini dibuka maka tidak ada lagi penampung air. Akibatnya air akan lepas begitu saja saat hujan, akibatnya banjir bandang bisa terjadi,” terangnya.

Sebanyak 300 hektare kawasan gambut di Dusun Sebaju, Desa Kebebu, lanjutnya, adalah daerah penampung air. Bila hutan dikawasan ini dibabat habis, maka akan mengakibatkan Kota Nanga Pinoh banjir.

“Masyarakat Nanga Pinoh, terutama yang tinggal di pasar Nanga Pinoh harus aktif menjaga hutan di Sebaju. Bila tidak dijaga maka banjir lebih besar dari tahun sebelumnya akan terjadi di daerah ini,” pungkasnya. (HMS)