KUALA KAPUAS, KN – Situasi memanas di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, setelah dua pemuda perwakilan masyarakat, Sostro Demen Sawang (39) dari organisasi Pemuda Pasak Talawang, dan Doni (38) dari Pemuda Kapuas Tengah, ditangkap oleh Polres Kapuas pada Kamis, 30 Oktober 2025 sekitar pukul 16.00 WIB.
Keduanya ditangkap saat melakukan aksi penyampaian aspirasi masyarakat di area Pabrik Gemilang Oil Mill, milik PT. Kapuas Maju Jaya (KMJ), di Desa Jangkang, Kabupaten Kapuas. Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut realisasi hak plasma 20 persen yang hingga kini belum diterima masyarakat sekitar, sebagaimana diamanatkan oleh peraturan pemerintah dan ditegaskan kembali oleh mantan Gubernur Kalimantan Tengah, H. Sugianto Sabran.
Aksi Blokade dan Tuntutan Masyarakat
Menurut laporan yang diterima, aksi blokade terhadap operasional perusahaan telah berlangsung selama lebih dari tiga minggu, menyebabkan terhentinya aktivitas pabrik secara total. Masyarakat menyatakan bahwa langkah tersebut terpaksa diambil karena tidak adanya solusi konkret dari pihak perusahaan terkait pembagian plasma 20 persen kepada warga sekitar.
Dalam pernyataannya, perwakilan ormas TBBR Orman Kapuas Tengah atas nama Doni, serta TBBR Ormas Pasak Talawang atas nama Sostro Demen Sawang, menegaskan bahwa aksi tersebut bukan bentuk perlawanan, melainkan upaya memperjuangkan hak masyarakat yang sudah lama dijanjikan.
“Kami hanya menyuarakan aspirasi masyarakat dua kecamatan yang hingga kini tidak mendapatkan keadilan. Sejak berdirinya perusahaan, warga tidak pernah diberi peluang untuk menikmati hasil dari kebun kelapa sawit yang seharusnya menjadi hak bersama,” ujar salah satu warga dalam orasinya.
Konteks Regulasi dan Kebijakan Pemerintah
Tuntutan masyarakat terkait plasma 20 persen merujuk pada kebijakan pemerintah provinsi yang menegaskan kewajiban perusahaan kelapa sawit memberikan 20 persen lahan plasma kepada masyarakat sekitar.
Dalam forum resmi yang digelar pada 5 Februari 2024 di Swiss-Belhotel Danum, Palangka Raya, Gubernur Kalimantan Tengah saat itu, H. Sugianto Sabran, menegaskan pentingnya penerapan Skema Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan.
“Perusahaan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sebesar 20 persen dari luas lahan yang dikelola. Hal ini bukan sekadar aturan, tetapi juga jaminan agar investasi di Kalteng berjalan aman dan harmonis tanpa menimbulkan konflik sosial,” tegas Sugianto dalam forum yang dihadiri pengusaha sawit anggota GAPKI.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk mencegah ketimpangan sosial ekonomi antara perusahaan besar dan masyarakat lokal, terutama di daerah yang menjadi sentra perkebunan kelapa sawit seperti Kabupaten Kapuas.
Penangkapan Menuai Reaksi dan Seruan Pembebasan
Penangkapan kedua pemuda tersebut memicu reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat, terutama dari ormas adat dan tokoh masyarakat di dua kecamatan terkait. Mereka menilai tindakan aparat terlalu berlebihan terhadap warga yang hanya menyampaikan aspirasi secara damai.
Melalui surat pernyataan resmi, masyarakat mendesak kepada sejumlah pihak untuk segera meninjau kembali kasus ini dan membebaskan kedua tokoh pemuda tersebut. Surat itu ditujukan kepada:
- Bupati Kapuas,
- Ketua DPRD Kapuas,
- Kejari Kapuas,
- Kapolres Kapuas,
- Dandim 1011 Kapuas,
- Gubernur Kalimantan Tengah, dan
- Presiden Republik Indonesia.
Dalam surat tersebut, masyarakat juga meminta agar pemerintah daerah segera menindaklanjuti tuntutan plasma 20 persen dari PT. Kapuas Maju Jaya, agar permasalahan sosial di lapangan tidak semakin meluas.
“Kami meminta keadilan dan perhatian dari pemerintah. Jangan biarkan masyarakat kecil menjadi korban dari ketidakadilan perusahaan. Kedua saudara kami hanya ingin memperjuangkan hak yang dijanjikan,” tulis perwakilan masyarakat, Ramli, dalam pernyataan sikapnya.
Situasi di Lapangan dan Harapan Masyarakat
Hingga berita ini diturunkan, kondisi di Desa Jangkang masih terpantau kondusif namun penuh kehati-hatian. Aparat kepolisian masih melakukan pengamanan di sekitar area pabrik, sementara masyarakat menunggu tanggapan resmi dari pihak pemerintah dan manajemen PT. KMJ.
Masyarakat berharap agar dialog terbuka antara pemerintah, perusahaan, dan warga segera dilakukan untuk mencari solusi damai dan adil. Mereka menegaskan bahwa perjuangan ini bukan untuk melawan hukum, tetapi untuk menegakkan hak-hak yang telah diatur oleh negara.
“Selama perusahaan belum memenuhi kewajiban plasma 20 persen, kami akan terus memperjuangkannya. Ini bukan hanya tentang ekonomi, tetapi tentang keadilan dan kesejahteraan bersama,” ungkap salah satu tokoh adat setempat. (Rm)













