Tajudin: Banyak Desa Di Melawi Masuk Dalam Kawasan Hutan

oleh
oleh
Tajudin

MELAWI – Banyaknya desa di Melawi yang masuk dalam kawasan hutan berdampak besar dalam proses pembangunan. Banyak program pemerintah yang tak bisa dilakukan karena terbentur status kawasan, mulai dari pembangunan infrastruktur jalan sampai program-program pertanian sulit berjalan, hanya karena desa ini berada dalam kawasan hutan.

“Ini dampak dari penetapan status kawasan hutan oleh pusat dimasa lalu hanya dilakukan diatas meja. Pusat tak melihat langsung kondisi riil di lapangan, areal yang ditetapkan kawasan hutan berada diatas pemukiman masyarakat, kebun dan tak ada lagi hutan disana,” kata Ketua DPRD, Abang Tajudin, belum lama ini.

Contoh terbaru, dampak penetapan kawasan adalah sejumlah desa di Ella Hilir yang gagal dilewati jalan Trans Kalimantan Poros Tengah gara-gara desa-desa di dalam Ella tersebut berada dalam kawasan hutan lindung dan sebagainya. Padahal, kata Tajudin, bila jalan ini melintasi desa-desa, maka akan membuka keterisoliran dan warga setempat tak lagi hanya tergantung pada akses sungai bila ingin menuju ibukota kecamatan atau kabupaten.

“Maka Pemkab Melawi harus terus mendorong agar desa-desa yang berada dalam kawasan hutan ini terus diusulkan agar bisa dikeluarkan. Tak usah jauh-jauh, jalan antar desa di wilayah kecamatan Pinoh Selatan saja sampai sekarang sulit dianggarkan Pemkab, karena persoalan serupa,” katanya.
Tak cuma soal infrastruktur fisik, program pertanian seperti cetak sawah saja menurut Tajudin kerap tak bisa berjalan karena desa tersebut berada dalam kawasan hutan. Mau membangun harus ada izin pinjam pakai ke kementerian kehutanan.

“Dan itu, prosesnya tak mudah. Perubahan Tata Ruang Melawi dengan mengeluarkan desa dari kawasan hutan sudah harus kita lakukan. Agar tak ada lagi alasan, kita tak bisa bangun jalan hanya gara-gara desa tersebut ada dalam kawasan,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Melawi, Makarius Horong mengatakan penetapan status kawasan dilakukan oleh pemerintah pusat, khususnya Kementerian Kehutanan di masa lalu. Karena itu, perlu perjuangan bersama agar daerah – daerah yang bukan lagi berbentuk hutan bisa dikeluarkan dari status kawasan hutan. “Kami rencananya akan membentuk tim teknis untuk membantu desa menyiapkan data untuk mengusulkan ke pusat agar desa-desa ini bisa dikeluarkan dari kawasan hutan,” katanya.

Desa lanjut Horong, perlu menyiapkan data berupa areal mana saja yang merupakan pemukiman, perkebunan, perkantoran, hingga akses jalan. Data ini dilengkapi dengan data GPS yang kemudian menjadi data dasar untuk usulan mengeluarkan wilayah desa dari kawasan.

“Keputusan ini tetap menjadi kewenangan pusat. Kita hanya mencoba mengusulkan. Nanti coba kita sampaikan ke Kementrian Kehutanan,” jelasnya.

Menurut Horong, selama pusat tak merevisi kawasan hutan tersebut, maka pembangunan tak bisa dilaksanakan.

“Sekarang, siapa yang berani bangun di kawasan hutan. Contoh, jalan trans Kalimantan, akhirnya mencari celah celah yang tidak masuk kawasan, ” pungkasnya. (Ed/KN)