MELAWI- Menanggapi persoalan tuntutan yang disampaikan puluhan petani perkebunan sawit di wilayah operasional PT AKM dan BSU pada saat mendatangi DPRD Melawi 28 Maret lalu, Fajar Irawan selaku pihak yang mewakili PT Eagle High Plantations daerah Kalbar meenjelaskan, terkait kebun plasma dikatakan berdasarkan Permentan nomor 33 tahun 2006 yang dijabarkan kembali dalam Permentan nomor 26 tahun 2007 disebutkan bahwa dasar dari pola bagi lahan mengacu pada lahan yang diusahakan didalam areal izin, kemudian dalam Permentan nomor 98 tahun 2013 pasal 15 ayat 2, bahwa lahan yang dialokasikan kepentingan plasma harus berada diluar izin usaha perkebunan budi daya atau izin usaha perkebunan integerasi.
“Persoalannya di AKM dan BSU sulit mencari lahan yang bisa dikembangkan sebagai plasma diluar izin. Menurutnya, posisi lahan plasma mesti dibangun dari areal yang ada dan sudah jelas tertanam diareal perusahaan, jadi posisi lahan plasma harus dialokasikan dan dikembangkan didalam areal izin usaha,” jelasnya.
Persoalan lain lanjut Fajar, posisi lahan yang bisa dikelola dalam areal izin dan areal penyerahan tidak semuanya bisa ditanami. Maka dari itu kata Fajar pihaknya terus mendorong pengembangan tanam kebun berdasarkan luasannya dan mengejar ketertinggalan untuk menanam lahan yang belum ditanami, supaya apa yang menjadi harapan masyarakat bisa terpenuhi.
Sebelumnya, Ketua Koperasi BCL mitra AKM, Dangkastuji, juga menyampaikan sejumlah tuntutan kepada perusahaan menyangkut persoalan pembagian plasma. Sebelumnya, sejumlah kelompok tani plasma mengadakan rapat dan pertemuan sehingga dari hasil pertmuan kemarin dilakukanlah pemagaran yang dipusatkan di dua titik di Desa Bina Jaya dan di Desa Keranjik, dimana pemagaran tersebut merupakan wujud dari tindakan enuntutan terhadap pembagian plasma.
Ia mengatakan, AKM itu izin lokasinya sebanyak 8.250 haktar, kalaulah perusahaan bertitikad baik, maka ploting saja lahan plasma dari luas izin tersebut sebanyak 20 persennya. Kalaupun pihak perusahaan tidak bisa karena terdapat badan jalan, badan sungai, petani hanya minta 20 persen dari potensi yang bisa dikelola perusahaan.
“Katakanlah misalnya ada sekitar 6000 haktar potensi yang bisa dikelola, maka 20 persen dari luas itulah yang diploting untuk diserahkan sebagai plasma masyarakat. Tapi kalau 6000 hakar itu tadi pihak perusahaan tidak bisa mengelolanya rasa-rasa tak masuk akal, lebih baik perusahaan hengkang saja dari sini. Karena pemerintah itu sudah memberikan izin 8.250 haktar, kan sangat keterlaluan jika 6000 haktar saja tidak bisa dikelola untuk kebun,” paparnya.
Dan yang menjadi pertanyaan kami, sekarang ini hanya sekitar 2.982 haktar saja yang tertanam, apakah perusahaan ini serius. Kalau hanya 2.982 haktar lebih itu, kata Dangkas, sampai 30 tahun pun masyarakat tidak akan mendapatkan lahan plasmanya.
Tuntutan yang tak jauh berbedaa juga disampaikan Kades Suka Maju, Darmadiansyah, saat beraudensi dengan DPRD, ia mengatakan, lahan yang sudah diserahkan masyarakat petani plasma di 9 desa yakni Bata Luar, Keranjik, Loka Jaya, Maris permai, pelita Jaya, Siling Permai, Suka Maju, Tanjung Beringin dan Tanjung Gunung kepada perusahaan ada sebanyak 4. 691.23 haktar. “Dimana dari jumlah lahan yang diserahkan tersebut luas tanamnya sudah mencapai 2.982.00 haktar, dan perkebunan tersebut sudah lama panen,” katanya.
Jadi, Kata Darmadiansyah, tuntutan yang kami minta diantaranya yang pertama, pembagian plasma sebesar 20 persen dari lahan yang dimitrakan, dibagikan sesuai dengan luas lahan penyerahan, bukan sesuai dengan luas tanam. Tuntutan yang kedua, petani plasma meminta pihak perusahaan segera menyerahkan pembagian plasma kepada petani plasma. “Karena sampai sekarang, sampai pihak perusahaan panen, belum ada kejelasan terkait lahan plasma kami,” ucapnya.
Kemudian yang ketiga, mengalokasikan lahan dari inti kepada pemerintahan desa untuk dijadikan lahan desa yang akan menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD). Keempat, lahan yang tidak dikelola perusahaan, agar bisa segera diserahkan atau dikembalikan kepada penyerah atau pemiliknya. “Kemudian pihak perusahaan kami minta transparan terhadap program CSR. Tuntutan trakhir, apabila tuntutan diatas tidak dikabulkan atau tidak direalisasikan, maka bukan lagi masyarakat yang akan bertindak tapi pemerintah desa juga akan bertindak, dan akan meminta perusahaan tersebut hengkang dari wilayah kami,” paparnya.
Camat Nanga Pinoh, Daniel, yang juga hadir pada pertemuan itu mengusulkan untuk menengahi persoalan dibentuk tim terpadu. Daniel mengatakan, peran pemerintah dan DPRD harus membuka diri menangani permasalahan ini, sehingga apa yang menjadi hak masyarakat dapat terpenuhi dari perusahaan.
Daniel juga menyebutkan, pemerintah maupun DPRD harus sudah memikirkan payung hukum aturan yang melekat seperti Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati, sehingga kalau ada permasalahan yang timbul antara masyarakat dan perusahaan ada panduan untuk menyelesaikannya.
Dikesempatan itu Ketua DPRD Melawi, Abang Tajudin, menyampaikan hanya memfasilitasi apa yang menjadi tuntutan masyarakat untuk mencari solusinya. Pada prinsipnya kata Tajudin, DPRD mendukung apa yang diinginkan masyarakat terkait plasma dan hak-hak lainnya. “Kamiberharap pihak perusahaan untuk terbuka dan merealisasikan janjinya tanpa ada yang dirugikan,” harapnya.
Tajudin menegaskan DPRD akan membentuk tim Pansus untuk memecahkan persoalan yang ada dan melakukan pemanggilan terhadap pemilik perusahaan, termasuk akan melakukan koordinasi kepada Pemkab Melawi melalui instansi terkait. (edi/KN)